Sahabat Ummi, betapa indahnya Islam, dalam bersikap ke orang lain kita harus ber-attitude
baik sementara saat menanggapi sikap orang lain kita enggak boleh
sensitif (harus kuat). Allahu Akbar. Nikmat Allah mana yang kita
dustakan?
Dan Sahabat Ummi, di antara kedua ilustrasi ini mana yang akan kita pilih:
Ilustrasi I:
"Ngomong ke mamaku? Enggak, ah. Yang ada belum apa-apa udah diomelin dari a sampai z. Mendingan cerita ke orang lain."
"Istri gue tuh tukang ngomel
sembarangan, kalau marah seperti orang kesurupan, tapi habis itu reda.
Ya gue tahu tingkat kebutuhan wanita ngomong itu banyak ya, tapi emang
harus gitu? Gue aja kasihan kadang lihat anak-anak dididik dengan cara
diancam. Tapi ya gitu, istri gue gak bisa dididik dan dibilangin. Cari
aman aja dah ya gue. Mungkin gue emang suami yang lemah karena enggak
bisa ngedidik istri gue menundukkan kesangarannya. Sebenernya gue males,
tapi mau gimana lagi dah ada anak. Ya udahlah. Lo aja kalau nyari bini
yang teliti. Jangan cuma kesihir sama cantik luar, dah itu,"
"Curhat sama Mbak Anu? Hahaha. Gak, deh. Mending curhat sama tembok. Hahahaha,"
"Hadehhh ada telepon dari Bu Anu.
Males banget gue ngangkatnya pasti mo ngomel dan ngatur-ngatur gajee.
Ehh, enggak boleh su'udzon yaa. Ehmm ... angkat gak yaa, galauu,"
"Kamu yang sabar ya namanya ibu
mertua kadang enggak sadar kalau ngomongnya nyelekit. Mungkin beliau
ngomong gitu sebenarnya curhat. Sabar ya. Tabah ya."
baca juga: Menjaga Lisan, Kunci Masuk Surga
Ilustrasi II:
"Leganyaaa habis curhat to the moon sama mama. Kalau gini jadi makin semangat,"
"Alhamdulillah punya istri yang
cantik dan baik, enggak dikit-dikit tersinggung kalau dinasihatin, bisa
ngajarin anak-anak beragam ilmu jadi gak perlu les kan bisa ngirit,
& paling bisa bikin hati gue adem. Kalau kayak gini mah Selena Gomez
atau Song Hae Kyoo lewat ya. Jelas mendingan istri gue banget yang udah
komplit luar dalem,"
"Cerita sama Mbak Anu itu enak. Dia
pasti ngedengerin kok. Ngemong banget. Baru pas kita udah selesai
nyampahny, Mbak Anu ceramah, haha becanda,"
"Katanya ibu mertua dan menantu
perempuan itu enggak akan pernah bisa akur ya. Katanya ibu mertua akan
selalu melihat dari sisi jeleknya saja. Alhamdulillah mama mertuaku
enggak gitu. Bersyukur banget punya mama mertua yang bijak. Aku
menyayangi beliau sepenuh hati,"
Mana yang akan kita pilih? Jadi
sosok yang pertama atau yang kedua? Normalnya, kita akan memilih yang
kedua. Praktiknya, ehm ... tanyakan ke diri masing-masing.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa
wanita memang rentan stres. Kerjaan yang seolah enggak habis-habis
& fitrah wanita itu sendiri yang lebih dominan perasaan konon
dianggap menjadi beberapa penyebabnya. Meski demikian, bukan berarti
kita sebagai wanita menganggapnya sebagai sebuah pembenaran ya hingga
bisa bebas berbuat apa saja. Padahal aslinya karena kita enggak mau
belajar dan enggak mau nyari solusinya. Na'udzubillah.
Tidak jarang ibu-ibu rajin ikut
taklim, pintar ngaji, & semacamnya, tapi sekalinya marah
piring-piring terbang, kata-kata umpatan melayang, & perilaku tidak
baik lainnya keluar. Tentu kita inginnya jadi ibu-ibu ya yang rajin
ngaji ya yang bisa me-manage hati sekalipun dalam keadaan emosi. Iya,
kan?
Untuk itu, kita harus berjuang
membahagiakan diri sendiri. Tidak bisa kalau kita pasrahkan ke orang
lain karena mereka tidak bisa kita kendalikan. Mereka bukan robot.
Kitalah yang harus bisa menguatkan diri dari dalam sehingga tidak
menjadi wanita yang mudah emosi (negatif).
Bagaimana caranya? Ini sebagai pengingat buat kita semua ya, Bun.
1. Milikilah penyaluran positif
Rutininas kadang membuat kita bosan
dan mudah emosi. Lihat kehidupan orang lain yang sepertinya nikmat makin
keki. Nah, untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan,
sebaiknya kita punya kegiatan yang menyenangkan dan positif, kegiatan
yang tidak menguras waktu tapi cukup mampu mengembalikan gairah positif
kita.
Apa itu? Ya terserah apa aja. Yang sesuai dengan minat kita intinya.
2. Marah atau emosi jiwa karena suatu hal? Nyampahlah pada tempatnya
Sebagai wanita biasa tentu pernah
marah. Kalau itu terjadi, nyampahlah dengan benar. Marah ibarat
muntahan. Kita muntahnya di depan rumah orang apa di kamar mandi milik
sendiri? Meskipun dua-duanya memberi efek lega, tapi jelas ada bedanya.
Pun dengan marah. Lampiaskanlah
dengan benar. Bisa dengan menulis sambil nangis, bisa dengan beberes
rumah seperti yang dilakukan Kozue di dorama Sore Wa Totsuzen Arashi No
You Ni, atau yang lain.
3. Olahraga
Olahraga enggak harus tiap hari dan
bisa apa saja. Yang jelas kegiatan olahraga ini bisa mengeluarkan racun
dalam tubuh. Cobain, deh.
4. Jauhi rumpi
"Ih dia kok di rumah mulu," padahal di rumah juga lagi kerja
"Istri manja diantar jemput suaminy, gue dong," padahal sirik
"Kok emaknya keluyuran sih, anak dan suaminya gak diurusin," padahal udah izin anak dan suami
Inti dari rumpi sebenarnya adalah
tidak suka melihat orang lain bahagia menikmati hidupnya sedangkan hidup
orang yang ngerumpiin kok kayaknya enggak asik. Maka dicarilah
kesalahan. Meningkatkan kualitas diri dengan cara menjelekkan orang
lain. Na'udzubillah.
Jelas kegiatan di atas sangat merugikan diri sendiri. Mau menghabiskan sisa usia hanya untuk seperti itu?
5. Selektif terhadap tayangan
We are what we watch. Kalau yang
dilihat sehari-hari 24 jam adalah tayangan gosip dan serial penuh fitnah
& intrik, yaa ... bisa dibayangkan gimana. Masih banyak padahal
tayangan TV yang mendidik yang bisa dipilih.
6. Jangan remehkan kegiatan membaca
Membaca itu bukan kegiatan orang yang enggak ada kerjaan. Kalau buat ngerumpi aja ada waktu kenapa kalau membaca tidak?
Kegiatan baca bisa menambah wawasan
dan tingkat kebahagiaan, meski juga kembali lagi materi apa yang dibaca.
Dan yang jelas, kegiatan membaca itu enggak cuma buat anak sekolahan.
Ibu-Ibu yang punya usaha masak memasak pun juga harus baca kan: baca
resep, baca bahan-bahan yang terkandung dalam bumbu (halal apa enggak),
dll. Nah.
7. Count our blessings not our problems
Coba hitung nikmat Allah yang pastinya tidak bisa kita hitung. Jawabannya? Allahu Akbar. Kita akan malu sendiri.
8. Berlatihlah terus cara berkomunikasi atau menyampaikan maksud dengan baik
Marah bukan solusi dalam
menyelesaikan masalah. Marah alias ngamuk seperti orang kerasukan adalah
salah satu tanda gagalnya komunikasi. Sebaliknya, sikap permisif atau
apa aja boleh juga tanda lemahnya diri. That's why teruslah berlatih
menyampaikan sesuatu dengan baik dan di saat yang tepat.
9. Ingat salah satu nasihat Rosulullah tentang wanita
Kalau bukan Rosulullah terus siapa
lagi yang kita teladani. Ya, kan. Dan salah satu nasihat Rosulullah
tentang wanita adalah kaum wanita diminta banyak istighfar dan
bersedekah karena Kanjeng Nabi melihat penghuni neraka terbanyak adalah
wanita. Kenapa? Salah satunya karena kufur nikmat. Ngoceh-ngoceh
nyelekit ngamuk tidak terkontrol asal puas dan lega adalah salah
satunya. Na'udzubillah.
10. Setelah semua usaha kita
lakukan, berikutnya pasrah sama Allah minta dibimbing setiap saat agar
keberadaan kita di dunia ini enggak jadi racun bagi sekitar
Semua orang pernah berbuat salah,
tapi tidak semua orang mau belajar dari kesalahan. Semoga kita tidak
termasuk yang tidak mau belajar ya, Bun. Semoga kita bisa jadi istri,
ibu, mertua, & masyarakat penyejuk hati serta membawa manfaat bagi
sekitar. Aamiin.
Penulis:
Miyosi Ariefiansyah alias @miyosimiyo "penghuni" www.rumahmiyosi.com adalah istri, ibu, penulis, dan pembelajar.
Foto ilustrasi: google